Undang-Undang
Hukum Dagang
BUKU KEDUA
HAK-HAK DAN KEWAJIBAN-KEWAJIBAN YANG TIMBUL DARI PELAYARAN
KETENTUAN UMUM
HAK-HAK DAN KEWAJIBAN-KEWAJIBAN YANG TIMBUL DARI PELAYARAN
KETENTUAN UMUM
Pasal
309
Kapal adalah
semua alat berlayar, bagaimanapun namanya dan apa pun sifatnya.
Kecuali bila
ditentukan lain, atau diadakan perjanjian lain, dianggap bahwa kapal itu
meliputi perlengkapan kapalnya.
Dengan
perlengkapan kapal diartikan segala barang yang tidak merupakan bagian
kapal itu, tetapi diperuntukkan tetap digunakan dengan kapal itu.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang/Buku Kedua/Bab I
Pasal
310
Kapal laut
adalah semua kapal yang dipergunakan untuk pelayaran di laut atau
diperuntukkan bagi itu.
Dalam Bab I
sampai dengan Bab IV buku ini yang dimaksud dengan kapal semata-mata
hanya kapal laut.
Pasal
311
Kapal Indonesia
adalah kapal yang dianggap sebagai kapal berdasarkan peraturan
perundang-undangan tentang surat laut dan pas kapal.
Pasal
312
Kapal yang telah
atau sedang dibuat di negeri ini, dianggap sebagai kapal Indonesia,
sampai pembuatnya menyerahkannya kepada orang yang atas bebannya kapal
itu telah atau sedang dibuat, atau memasukkannya dalam pelayaran atas
bebannya sendiri.
Pasal
313
Pengalihan
seluruhnya atau sebagian saham pada kapal, yang karenanya kapal itu akan
berakhir menjadi kapal Indonesia, membutuhkan persetujuan semua,
sesama-pemilik.
Bila pemilik
saham pada kapal kehilangan kewarganegaraan Indonesia atau berhenti
sebagai penduduk Indonesia, atau bila hak milik suatu saham pada kapal
seluruhnya atau sebagian dengan cara lain daripada penyerahan, beralih
kepada orang, yang bukan warga negara Indonesia atau bukan penduduk
Indonesia, sehingga karena itu kapalnya tidak lagi sebagai kapal
Indonesia, maka masing-masing dari para sesama pemilik selama enam bulan
mempunyai hak untuk memohonkan kepada raad van justitie di tempat
terdaftarnya kapal itu dalam register kapal, suatu perintah penjualan
umum saham itu. Perintah itu diberikan setelah mendengar atau memanggil
secukupnya para anggota perusahaan kapal itu. Panggilan ini dilakukan
dengan surat tercatat oleh panitera. Saham itu hanya boleh diberikan
kepada orang yang menginginkan, yang karena diperolehnya kapal itu
memenuhi kembali syarat yang ditetapkan untuk kapal Indonesia. Kapal itu
dengan demikian dianggap tidak kehilangan kedudukannya sebagai kapal
Indonesia.
Pasal
314
Kapal-kapal
Indonesia yang isi kotornya berukuran paling sedikit 20 m3
dapat dibukukan dalam register kapal menurut peraturan, yang akan
diberikan dengan ordonansi tersendiri.
Dalam ordonansi
ini diatur juga cara peralihan milik dan penyerahan kapal yang dibukukan
dalam register kapal itu atau kapal dalam pembuatan dan saham pada
kapal demikian atau kapal-kapal dalam pembuatan.
Atas kapal dalam
pembuatan dan saham-saham pada kapal demikian dan kapal dalam pembuatan
yang dibukukan dalam register kapal dapat diadakan hipotek.
Atas kapal yang
tersebut dalam alinea pertama tidak dapat diadakan hak gadai. Atas kapal
yang dibukukan, Kitab Undang-undang Perdata pasal 1977 tidak berlaku.
Pasal
315
Urutan tingkat
antara hipotek-hipotek ditentukan oleh hari pendaftarannya. Hipotek yang
didaftarkan pada satu hari yang sama, mempunyai tingkat yang sama.
Pasal
315a
Bila piutangnya
berbunga, maka hipotek itu berlaku juga sebagai jaminan terhadap bunga
dari jumlah pokok untuk tahun yang berjalan, beserta dua tahun
sebelumnya.
Pasal
315b
Kreditur yang
piutangnya dijamin dengan hipotek, dapat menuntut haknya atas kapal itu
atau sahamnya atas kapal, di tangan siapa pun kapal itu berada.
Pasal
315c
Terhadap hipotek
kapal, sekedar hal ini dimungkinkan oleh sifat barang jaminan itu,
dilakukan penerapan yang sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang
Hukum Perdata pasal-pasal 1168, 1169, 1171 alinea ketiga dan keempat,
1175, 1176 alinea kedua, 1177, 1178, 1180, 1186, 1187, 1189, 1190,
1193-1197, 1199-1205, 1207-1219, 1224-1227 tentang hipotek.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1185 berlaku juga baik terhadap soal
penyewaan maupun terhadap soal pencarteran menurut waktu dari kapal yang
dihipotekkan. Bila kapal itu dipertanggungkan terhadap kebakaran atau
terhadap bahaya lain, maka di samping itu berlaku juga Kitab
Undang-undang Hukum Dagang pasal 297 dan pasal 298.
Pasal
315d
Bila sebuah
kapal karena lain daripada sita-lelang tidak lagi sebagai kapal
Indonesia, tagihan hipoteknya menjadi dapat ditagih, bila hal itu belum
demikian adanya. Tagihan itu tetap dapat ditagih atas kapal itu, sampai
telah lunas, dengan mendahulukan tagihan kemudian, meskipun hal itu
didaftar di luar Indonesia.
Pasal
315e
Dalam hal
sita-lelang di luar Indonesia terhadap kapal yang didaftarkan dalam
register kapal, maka kapal itu tidak dibebaskan dari hipotek yang
membebaninya berdasarkan pasal sebelum ini, kecuali bila para kreditur
telah dipanggil sendiri untuk melakukan hak mereka terhadap hasil lelang
itu dan juga dengan nyata memberi kesempatan untuk itu.
Hipotek atas
saham tetap berlaku setelah pengalihan atau pembagian kapalnya.
Pasal
316
Piutang yang
diberi hak mendahului atas kapal, dengan tidak mengurangi ketentuan
dalam pasal 318, adalah:
1. biaya sita-lelang;
2. tagihan nakhoda dan anak buah kapalnya yang
timbul dari perjanjian perburuhan, selama mereka bekerja dalam dinas
kapal itu;
3. upah pertolongan, uang pandu, biaya rambu dan
biaya pelabuhan, dan biaya pelayaran lain-lain;
4. tagihan karena penubrukan.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1139 tidak berlaku terhadap kapal.
Pasal
316a
Tingkat piutang
yang mempunyai hak mendahului ditentukan oleh nomor, yang menyebutkan
piutang itu, dalam pasal sebelum ini.
Piutang dengan
satu nomor yang sama mempunyai tingkat yang sama dan dibayar menurut
perimbangan, kecuali piutang untuk upah pertolongan, yang darinya
didahulukan yang lebih baru daripada yang lebih lama.
Piutang yang
mempunyai hak mendahului didahulukan daripada hipotek.
Hak mendahului
tersebut dalam nomor 31 pasal yang lain, gugur, bila kapalnya memulai
perjalanan baru.
Pasal
316b
Piutang dengan
hak mendahului meliputi bunga dan biaya-biaya berdasarkan undang-undang,
sekedar ini belum termasuk dalam nomor 1 pasal 316.
Pasal
316c
Piutang yang
mempunyai hak mendahului atas kapal, juga berhak mendahului tagihan yang
timbul dari perusahaan kapal, seperti tagihan untuk pembayaran muatan
dan biaya angkutan, upah pertolongan, bila kapalnya untuk dinas
penyimpanan, upah pemanduan, bila kapal itu digunakan untuk dinas
pemanduan.
Pasal
316d
Hak mendahului
yang diuraikan dalam pasal 316 dan pasal 316c, meluas sampai ke
penggantian yang terutang karena kerusakan atau kehilangan kapalnya atau
karena kehilangan sebagian atau seluruhnya dari salah satu tagihan yang
disebut dalam pasal 316c.
Hak mendahului
tidak meluas sampai ke tagihan dari perjanjian pertanggungan.
Pasal
316e
Kreditur yang
piutangnya bersifat mendahului dapat menuntut haknya atas kapal atau
saham kapal, di tangan siapa pun itu berada dan atas tagihan yang
disebut dalam pasal 316c dan pasal 316d, juga setelah pengalihan atau
penggadaiannya kepada pihak ketiga.
Pasal
317
Piutang yang
berhak mendahului atas muatan adalah:
1. biaya sita-lelang;
2. tagihan pembayaran upah pertolongan dan kerugian
laut umum;
3. tagihan dari perjanjian pengangkutan.
Piutang ini
mendahului piutang yang disebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
pasal 1139.
Pada kapal
nelayan laut, dimasukkan juga dalam arti muatan, hasil penangkapan ikan
yang ada di atas kapal.
Pasal
317a
Urutan tingkat
piutang yang berhak mendahului ditentukan oleh nomor yang menyebutkan
piutang itu dalam pasal sebelum ini.
Dari piutang
yang tersebut dalam nomor 21 pasal di atas, yang lebih baru didahulukan
terhadap yang lebih lama.
Pasal
317b
Piutang yang
berhak mendahului itu meliputi bunga dan biaya berdasarkan
undang-undang, sekedar ini belum termasuk dalam nomor 11 pasal 317.
Hak
mendahuluinya meluas sampai ke penggantian yang terutang karena
kerusakan atau kehilangan bagian dari muatan.
Hak mendahului
tidak meluas sampai ke tagihan yang timbul dari perjanjian
pertanggungan.
Pasal
318
Tagihan mengenai
kapal atau mengenai perusahaan kapal atau berdasarkan tanggung jawab
pengusaha perkapalan yang diuraikan dalam pasal 321, setelah piutang
yang berhak mendahului yang disebut dalam pasal 316, dan setelah tagihan
hipotek, berhak mendahului terhadap kapal itu dan penggantian yang
disebut dalam pasal 316d di atas semua tagihan karena hal lain.
Tagihan itu
mempunyai tingkat yang sama dan dibayar menurut perimbangan. Pasal 316c
dan pasal 316e tidak berlaku terhadap tagihan ini.
Pasal
318a
Piutang dan
tagihan yang disebut dalam pasal 316 dan pasal 318 dapat ditagih dengan
hak mendahului atas kapalnya, juga bila hal itu merupakan akibat dari
pemakaian kapal untuk pelayaran di laut oleh orang lain daripada
pemiliknya, kecuali bila orang yang menggunakan kapal, untuk itu tidak
berwenang terhadap pemilik dan kreditur itu tidak beritikad baik.
Pasal
318b
Bila pembagian
lewat pengadilan dari hasil sebuah kapal asing terjadi di Indonesia,
maka biaya sita-lelang, upah pertolongan, uang pandu, biaya rambu dan
biaya pelabuhan serta biaya pelayaran lain, bagaimanapun ditempatkan di
tingkat yang diberikan kepada itu semua oleh pasal 316.
Pasal
319
Ketentuan
pasal-pasal 311-318b tidak berlaku terhadap kapal-kapal yang dimiliki
oleh Negara atau badan resmi, yang diperuntukkan bagi dinas umum.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang/Buku Kedua/Bab II
Pasal
320
Pengusaha kapal
adalah orang yang menggunakan kapal untuk pelayaran di laut dan untuk
itu dikemudikannya sendiri atau menyuruh seorang nakhoda, yang bekerja
padanya.
Pasal
321
Pengusaha kapal
terikat oleh perbuatan hukum, yang dilakukan oleh mereka yang bekerja
tetap atau sementara pada kapal itu, dalam jabatan mereka, dalam
lingkungan wewenang mereka.
Ia bertanggung
jawab untuk kerugian yang didatangkan kepada pihak ketiga oleh perbuatan
melawan hukum dari mereka yang bekerja tetap atau sementara pada kapal
itu atau bekerja di kapal untuk keperluan kapal itu atau muatannya,
dalam jabatan mereka atau dalam pelaksanaan pekerjaan mereka.
Pasal
322
Mereka yang
sebelum penyewaan atau peminjaman sebuah kapal terdaftar dalam register
kapal, atas dasar ketentuan dalam alinea pertama pasal di atas
memperoleh suatu tagihan terhadap penyewa atau peminjam, dapat juga
menggugat pemilik kapal, kecuali bila pada waktu timbul tagihan mereka,
mereka tahu tentang penyewaan atau peminjaman itu.
Pemilik kapal
dapat menuntut penyewa atau peminjam atas pembayaran tersebut di atas.
Pasal
323
Bila sebuah
kapal dimiliki oleh beberapa orang yang atas dasar lain daripada
perjanjian perseroan seperti yang dimaksud Buku Kesatu Bab III,
mempergunakannya atas beban bersama untuk pelayaran di laut, maka antara
mereka terdapat sebuah perusahaan perkapalan.
Pasal
324
Keanggotaan pada
perusahaan perkapalan beralih seluruhnya atau sebagian oleh pengalihan
hak milik seluruhnya atau sebagian saham kapal.
Pasal
325
Perusahaan
perkapalan tidak bubar oleh kepailitan atau meninggalnya salah seorang
anggota, penempatan anggota tersebut dalam suatu lembaga karena
penyakit jiwa atau di bawah pengampuan.
Keanggotaan
dalam perusahaan perkapalan tidak dapat dimohonkan pemberhentiannya;
demikian pula seorang anggota tidak dapat dinyatakan hilang
keanggotaannya pada perusahaan perkapalan.
Pasal
326
Anggota
perusahaan perkapalan bertanggung jawab untuk perikatan perusahaannya,
masing-masing menurut perimbangan sahamnya dalam kapal itu.
Pasal
327
Dalam perusahaan
perkapalan dapat diangkat seorang pemegang buku.
Sebuah perseroan
dapat diangkat menjadi pemegang buku.
Pasal
328
Bila pemegang
buku adalah anggota perusahaan perkapalan, maka bila perusahaan
mengakhiri hubungan kerjanya, ia mempunyai hak untuk menuntut, bahwa
sahamnya diambil-alih oleh perusahaan dengan harga sedemikian yang
dianggap pantas oleh para ahli, kecuali bila perusahaan mengakhiri
hubungan kerja tersebut karena alasan yang mendesak.
Pemegang buku
mempunyai hak yang sama, bila pengakhiran hubungan kerja dilakukan
olehnya atas dasar alasan yang mendesak, yang diberikan padanya karena
kesengajaan atau kesalahan perusahaan.
Pasal
329
Pengangkatan dan
penghentian pemegang buku tidak dapat dikemukakan sebagai alasan kepada
pihak ketiga, selama belum terjadi pencatatan tentang hal ini dalam
register kapal, kecuali bila mereka mengetahui hal ini.
Pasal
330
Bila dari
register kapal tidak ternyata tentang pengangkatan pemegang buku atau
orang yang menurut register diangkat untuk itu telah meninggal, dimasukkan ke
suatu lembaga karena sakit jiwa, ditempatkan dalam pengampuan,
dinyatakan pailit atau tidak bertempat tinggal di Indonesia, maka
perusahaan perkapalan itu baik di dalam maupun di luar pengadilan,
diwakili dan untuknya dapat dilakukan perbuatan oleh seorang atau lebih
dari anggota-anggotanya, asalkan sendiri-sendiri atau bersama-sama
merupakan pemilik kapal itu untuk lebih dari separuh bagian.
Bila dari
register kapal tidak ternyata tentang pengangkatan pemegang buku atau
bila salah satu keadaan termaksud dalam alinea pertama terjadi, maka
perusahaan perkapalan tersebut berdasarkan hukum berdomisili di kantor
penyimpanan register kapal pusat untuk pendaftaran kapal.
Pasal
331
Pemegang buku
berwenang untuk bertindak dengan pihak ketiga untuk perusahaan
perkapalannya dan mewakilinya baik di dalam maupun di luar pengadilan
dalam segala hal yang dibawa oleh kebiasaan kapal itu menurut penetapan
tujuannya.
Pembatasan
wewenang pemegang buku hanya dapat dikemukakan sebagai alasan kepada
pihak ketiga, bila hal itu diketahui oleh pihak tersebut.
Pasal
332
Keputusan hakim
yang diperoleh terhadap perusahaan perkapalan atau pemegang buku dalam
jabatannya, dapat dilaksanakan terhadap harta bersama dari
anggota-anggota perusahaan kapal itu.
Pasal
333
Dari ketentuan
pasal -pasal 324-332 tidak dapat diadakan penyimpangan dengan
perjanjian.
Pasal
334
Semua keputusan
mengenai urusan perusahaan perkapalan diambil dengan suara terbanyak
dari anggota perusahaan perkapalan itu.
Saham yang
terkecil memberi hak satu suara, saham yang lebih besar sekian suara
menurut jumlah perkaliannya, sehingga dalam saham ini termasuk yang
terkecil.
Keputusan
tentang pengangkatan pemegang buku, yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, bukan anggota perusahaan perkapalan, bukan warga negara
Indonesia, bukan juga perseroan yang dimaksud dalam Kitab Undang-undang
ini pasal 311 disamakan dengan warga negara Indonesia, menyangkut hal
penualan kapal dengan cara lain daripada penjualan di depan umum dan
pembubaran perusahaan perkapalan selama berlangsungnya suatu pencarteran
atau perjalanan yang dilakukan, membutuhkan kebulatan suara.
Pasal
335
Bila kemacetan
pengambilan suara mengakibatkan penggunaan kapal terhalang, atas
permohonan salah seorang atau beberapa anggota perusahaan perkapalan,
dan setelah mendengar atau memanggil semua anggota selayaknya, hakim
dapat memerintahkan penjualan kapal di depan umum.
Pasal
336
Setiap anggota
perusahaan perkapalan wajib menanggung pengeluaran perusahaan tersebut
menurut perimbangan sahamnya.
Pasal
337
Bila telah
diputuskan untuk mengadakan perbaikan kapal, kecuali selama melaksanakan
perjalanan, atau mengadakan perjalanan baru, maka setiap anggota
perusahaan perkapalan yang tidak ikut serta dalam pengambilan keputusan
dapat mengharapkan, bahwa mereka yang telah ikut serta menyetujui dalam
pengambilan keputusan itu, mengambil alih sahamnya dengan harga menurut
taksiran para ahli pada saat ia mengharap pengambilalihan itu.
Ia harus
memberitahukan harapannya untuk pengambilalihan kepada pemegang buku
atau bila tidak ada pemegang buku, kepada mereka yang telah memberi
suara setuju, dalam satu bulan, setelah keputusan itu diberitahukan
kepadanya
Oleh
masing-masing dari mereka yang wajib mengambil alih, diperoleh sebagian
dari saham yang dialihkan seimbang dengan sahamnya dalam kapal itu.
Pasal
338
Terhadap
perusahaan perkapalan, pemegang buku itu senantiasa wajib untuk
bertindak sesuai dengan ketentuan tentang pengangkatan dan perintah yang
diberikan kepadanya berdasarkan pengangkatan itu.
Sebelum memulai
perjalanan baru, perbaikan luar biasa atau pertanggungan kapalnya, atau
pengangkatan atau penghentian nakhodanya, ia meminta keputusan terlebih
dahulu dari perusahaan perkapalan itu, kecuali bila hal itu
diperjanjikan lain.
Selebihnya itu
wewenangnya, juga dalam hubungannya dengan perusahaan perkapalan,
dinilai menurut ketentuan dalam pasal 331 alinea pertama.
Pasal
339
Pemegang buku
harus mengurus kepentingan perusahaan perkapalan seperti layaknya
seorang pengusaha perkapalan yang baik mengurus kepentingannya. Ia harus
menunaikan kewajibannya yang dibebankan oleh undang-undang kepada
pengusaha perkapalan.
Ia bertanggung
jawab terhadap para anggota perusahaan perkapalan untuk kerugian yang
diderita karena kesengajaan atau kesalahannya.
Pasal
340
Para anggota
perusahaan perkapalan membagi keuntungan atau kerugian menurut
perimbangan saham mereka dalam kapal itu.
Pasal
340a
Pemegang buku
memberitahukan kepada setiap anggota atas keinginannya, segala urusan
mengenai perusahaan perkapalan dan memperlihatkan semua buku, surat dan
tulisan yang bersangkut-paut dengan pengurusannya.
Pasal
340b
Pemegang buku
wajib setiap kali menurut kebiasaan, tetapi setidak-tidaknya setelah
lewat 1 tahun, memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban kepada para
anggota perusahaan perkapalan tentang pengurusannya, dengan menunjukkan
segala surat bukti yang berkenaan dengan itu, dan memberikan kepada
mereka masing-masing apa yang menjadi hak mereka.
Tuntutan hukum
untuk menyelenggarakan perhitungan dan pertanggungjawaban ini
kedaluwarsa dengan lampaunya waktu 10 tahun setelah berakhirnya jangka
waktu perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus dilakukan.
Pasal
340c
Setiap anggota
perusahaan perkapalan wajib memeriksa dan menutup perhitungan dan
pertanggungjawaban pemegang buku dan membayarkan bagian dari jumlah yang
ternyata yang harus dibayar kepada pemegang buku itu.
Pasal
340d
Pembenaran
perhitungan dan pertanggungjawaban oleh jumlah terbanyak anggota
perusahaan perkapalan hanya mengikat mereka yang melakukan hal itu,
tetapi hal itu juga mengikat sesama pengusaha perkapalan yang tidak
membenarkan perhitungan dan pertanggungjawaban itu, bila ia lalai untuk
membantah perhitungan dan pertanggungjawaban itu di depan pengadilan
dalam 3 tahun, setelah ia dapat mengetahuinya, dan setelah pembenaran
tersebut disetujui oleh jumlah terbanyak anggota dan diberitahukan
secara tertulis kepadanya.
Pasal
340e
Bila diputuskan
untuk membubarkan perusahaan perkapalan, maka kapalnya harus dijual.
Keputusan atau perintah yang diberikan menurut pasal 335, untuk menjual
kapal tersebut adalah sama dengan keputusan untuk membubarkan perusahaan
perkapalan itu.
Pasal
340f
Setelah
keputusan pembubaran, perusahaan perkapalan masih tetap berdiri, selama
hal ini dibutuhkan untuk pemberesannya. Pemegang bukunya, bila ini ada,
ditugaskan untuk pemberesan itu.
Pasal
340g
Dihapus dg. S.
1938-1 jo. 2.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang/Buku Kedua/Bab III
Bagian 1
Ketentuan-ketentuan
Umum
Pasal
341
Nakhoda ialah
orang yang memimpin kapal.
Anak buah kapal
(ABK) adalah mereka yang terdapat pada daftar anak buah kapal
(monsterrol).
Perwira kapal
adalah anak buah kapal yang oleh daftar anak buah kapal diberi pangkat
perwira.
Pembantu anak
buah kapal adalah semua anak buah kapal selebihnya.
Penumpang yang
diartikan dalam Kitab Undang-undang ini ialah mereka semua yang berada
di kapal kecuali nakhkodanya.
Terhadap kuli
muatan dan para pekerja yang melakukan pekerjaan di kapal, yang menurut
sifatnya hanyalah sementara, berlaku peraturan dalam bab ini yang
berlaku untuk anak buah kapal, kecuali bila ternyata sebaliknya.
Pasal
341a
Bila pengusaha
kapal tidak mengatur hubungan antara perwira kapal yang satu terhadap
yang lain, antara anak buah kapal yang satu terhadap yang lain dan
antara perwira kapal dan anak buah kapal, nakhoda mengambil keputusan
tentang hal itu.
Pasal
341b
Ketentuan-ketentuan
bab ini tidak berlaku terhadap kapal yang isi kotornya kurang dari 100
m3 bila kapal dilengkapi dengan alat penggerak mekanis, dan yang isi
kotornya kurang dari 300 m6 bila hal itu tidak demikian.
Ketentuan-ketentuan
bab ini juga tidak berlaku bila sebuah kapal semata-mata berlayar untuk
pelayaran percobaan.
Namun pasal 373a
berlaku terhadap semua kapal tanpa memandang besarnya atau
penggunaannya.
Bagian 2
Nakhoda
Pasal
341c
Dihapus dg. S.
1938-1, 2.
Pasal
341d
Bila nakhoda
berhalangan, atau bila ia ada dalam keadaan tidak mungkin untuk memimpin
kapalnya, maka selaku nakhoda bertindaklah mualim pertama; dalam hal
mualim pertama juga tidak hadir atau berhalangan, bila di kapal ada
seorang mualim atau lebih, yang berwenang untuk bertindak sebagai
nakhoda, yang lebih tinggi dalam pangkat, kemudian dari mualim-mualim
selebihnya yang lebih tinggi dalam pangkat, dan bila mereka juga tidak
hadir atau terhalang, orang yang ditunjuk oleh dewan kapal.
Pasal
341e
Pengusaha kapal
berwenang untuk setiap waktu mencabut kekuasaan nakhoda atas kapalnya.
Pasal
342
Nakhoda wajib
bertindak dengan kepandaian, ketelitian dan dengan kebijaksanaan yang
cukup untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.
Ia bertanggung
jawab untuk kerugian yang disebabkan olehnya pada orang lain karena
kesengajaannya atau kesalahannya yang besar.
Pasal
343
Nakhoda wajib
menaati dengan seksama peraturan yang lazim dan ketentuan yang ada untuk
menjamin kesanggupan berlayar dan keamanan kapal, keamanan para
penumpang dan pengangkutan muatannya.
Ia tidak akan
melakukan perjalanannya, kecuali bila kapalnya untuk melaksanakan itu
memenuhi syarat, dilengkapi sepantasnya dan diberi anak buah kapal
secukupnya.
Pasal
344
Nakhoda wajib
menggunakan pandu, di mana pun bila peraturan perundang-undangan,
kebiasaan atau kewaspadaan mengharuskannya.
Pasal
345
Nakhoda tidak
boleh meninggalkan kapalnya
selama pelayaran atau bila ada bahaya mengancam, kecuali bila
ketidakhadirannya mutlak perlu atau dipaksa untuk itu oleh ikhtiar
penyelamatan diri.
Pasal
346
Nakhoda wajib
mengurus barang yang ada di kapal milik penumpang yang meninggal selama
perjalanan, di hadapan dua orang penumpang membuat uraian secukupnya
mengenai hal itu atau menyuruh membuatnya, yang ditandatangani olehnya
dan oleh dua orang penumpang tersebut.
Pasal
347
Nakhoda harus
dilengkapi di kapal dengan: (KUHD 432.) surat laut atau pas kapal, surat
ukur dan petikan dari register kapal yang memuat semua pembukuan yang
berkenaan dengan kapal sampai hari keberangkatan terakhir dari pelabuhan
Indonesia.
Daftar anak buah
kapal, manifes muatan, carter partai dan konosemen, ataupun salinan
surat itu.
Peraturan
perundang-undangan dan reglemen yang berlaku di Indonesia terhadap
perjalanan, dan segala surat lain yang diperlukan.
Terhadap carter
partai dan konosemen, kewajiban ini tidak berlaku dalam keadaan yang
ditetapkan oleh Kepala Departemen Marine.
Pasal
348
Nakhoda berusaha
agar di kapal diselenggarakan buku harian kapal (register harian atau
jurnal), di mana semua hal yang penting yang terjadi dalam perjalanan
dicatat dengan teliti.
Nakhoda sebuah
kapal yang digerakkan secara mekanis, di samping itu harus berusaha agar
oleh seorang personil kamar mesin diselenggarakan buku harian mesin.
Pasal
349
Di kapal
Indonesia hanya diperbolehkan menggunakan buku harian yang lembar demi
lembar diberi nomor dan diberi tanda pengesahan oleh pegawai pendaftaran
anak buah kapal atau di luar Indonesia oleh pegawai konsulat Indonesia,
yang lembar demi lembar diberi nomor dan disahkan.
Buku harian itu
bila mungkin diisi setiap hari, diberi tanggal dan ditandatangani oleh
nakhoda dan anak buah kapal yang ditugaskan olehnya untuk memelihara
buku itu.
Lain daripada
itu tatanan buku harian itu diatur oleh atau atas nama Kepala Departemen
Marine.
Pasal
350
Nakhoda dan
pengusaha kapal wajib memberikan kesempatan kepada orang-orang yang
berkepentingan atas permintaan mereka untuk melihat buku harian, dan
dengan pembayaran biayanya memberikan salinannya.
Pasal
351
Bila nakhoda
telah mengadakan pembicaraan mengenai urusan penting dengan para anak
buah kapal, maka nasihat yang diberikan kepadanya disebutkan dalam buku
harian.
Pasal
352
Nakhoda wajib
dalam 48 jam setelah tibanya di pelabuhan darurat atau di pelabuhan
tujuan akhir, menunjukkan atau menyuruh menunjukkan buku harian kapal
atau buku harian kepada pegawai pendaftaran anak buah kapal, dan minta
agar buku itu ditandatangani oleh pegawai tersebut sebagai tanda telah
dilihatnya.
Menyimpang dari
yang ditentukan pada alinea pertama, dapat ditentukan oleh atau atas
nama Kepala Departemen Marine, bahwa dalam hal tertentu nakhoda harus
menunjukkan atau menyuruh menunjukkan buku harian kapal atau buku harian
pada saat yang tetap di pelabuhan tertentu yang ditunjuk untuk itu.
Nakhoda di luar
wilayah Indonesia wajib menghadap pegawai konsulat Indonesia atau bila
pegawai demikian tidak ada, kepada pejabat yang berwenang.
Pasal
352a
Di kapal harus
ada register hukuman yang lembar demi lembar diparaf oleh pegawai
pendaftaran anak buah kapal.
Dalam register
ini dilakukan pencatatan yang dimaksud dalam pasal 390, sedangkan di
dalamnya juga diselenggarakan pencatatan semua kejahatan yang dilakukan
di lautan bebas di atas kapal itu.
Atas permintaan
atau atas nama nakhoda, pegawai pendaftaran anak buah kapal membubuhkan
pada register hukuman yang ditunjukkan kepadanya tanda “telah melihat”
yang ditandatangani dan diberi tanggal olehnya.
Pasal
353
Setelah tiba di
suatu pelabuhan, nakhoda dapat menyuruh pegawai yang berwenang untuk
membuat keterangan kapal mengenai kejadian dalam perjalanan.
Bila kapal itu
atau muatannya mendapat kerusakan atau telah terjadi suatu peristiwa
yang luar biasa, maka nakhoda dalam 3 x 24 jam setelah tiba dalam suatu
pelabuhan, di mana berada seorang pegawai yang berwenang untuk membuat
keterangan kapal, wajib menyuruh membuat setidak-tidaknya keterangan
kapal sementara. Keterangan sementara harus disusul oleh keterangan yang
lengkap dalam 30 hari.
Nakhoda di luar
Indonesia harus menghadap pegawai konsulat Indonesia atau bila pegawai
demikian tidak ada, kepada pejabat yang berwenang.
Pegawai yang
disebut dalam alinea pertama dan ketiga memberikan salinan keterangan
kapal dengan pembayaran biayanya, kepada siapa saja yang menginginkan.
Oleh Kepala
Departemen Marine ditunjuk pegawai yang berwenang untuk membuat
keterangan kapal, dan ditetapkan tarif biayanya.
Pasal
354
Dalam menghitung
jangka waktu berdasarkan undang-undang yang tersebut dalam alinea
pertama pasal 352, dan alinea kedua pasal 353, ikut terhitung hari
Minggu dan hari yang disamakan dengan itu seperti dimaksud dalam alinea
kedua pasal 153 dan, di luar Indonesia tidak ikut terhitung hari raya
berdasarkan undang-undang yang berlaku di sana.
Pasal
355
Para anak buah
kapal yang ditunjuk oleh nakhoda pada waktu membuat keterangan kapal
wajib memberi bantuan dengan memberikan keterangan tentang pendapat
mereka.
Pasal
356
Penilaian kekuatan
pembuktian buku harian kapal dan keterangan kapal mengenai kejadian dari
perjalanan yang disebut di dalamnya, untuk tiap kejadian diserahkan
kepada hakim.
Dalam hal
pembuktian dengan saksi mengenai kejadian dalam perjalanan terhadap
mereka yang selama perjalanan termasuk penumpang kapal itu, Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1910 alinea pertama dalam hal ini
tidak berlaku, akan tetapi orang yang tersebut dalam pasal itu dapat
membebaskan diri dari pemberian kesaksian.
Pasal
357
Bila sangat
diperlukan, demi keselamatan kapal atau muatannya, nakhoda berwenang
untuk melemparkan ke laut atau memakai habis perlengkapan kapal dan
bagian dari muatan.
Pasal
358
Nakhoda dalam
keadaan darurat selama perjalanan berwenang untuk mengambil dengan
membayar ganti rugi, bahan makanan yang ada pada para penumpang atau
yang termasuk muatan, untuk digunakan demi kepentingan semua orang yang
ada di kapal.
Pasal
358a
Nakhoda wajib
memberi pertolongan kepada orang-orang yang ada dalam bahaya, khususnya
bila kapalnya terlibat dalam tubrukan, kepada kapal lain yang terlibat
dan orang-orang yang ada di atasnya, dalam batas kemampuan nakhoda
tersebut, tanpa mengakibatkan kapalnya sendiri dan penumpang
penumpangnya tersebut ke dalam bahaya besar.
Di samping itu
ia wajib, bila hal ini mungkin baginya, memberitahukan kepada kapal lain
yang terlibat dalam tubrukan itu, nama kapalnya, pelabuhan tempat kapal
terdaftar, dan pelabuhan tempat kedatangan dan tempat tujuannya.
Bila kewajiban
ini tidak dipenuhi oleh nakhoda, hal ini tidak memberi kepadanya hak
tagih terhadap pengusaha kapal.
Pasal
358b
Nakhoda kapal
Indonesia yang bertujuan ke Indonesia, dan sedang berada di pelabuhan
luar Indonesia, wajib membawa ke Indonesia, pelaut-pelaut
berkewarganegaraan Indonesia dan penduduk Indonesia, yang berada di sana
dan membutuhkan pertolongan, bila di kapal ada tempat untuk mereka,
atas keinginan pegawai konsulat atau jika tidak ada, pejabat setempat.
Biaya untuk ini
adalah atas beban Negara. Penetapan biaya itu dilakukan atas dasar yang
ditentukan oleh Kepala Departemen Marine.
Pasal
359
Nakhoda
mempunyai tugas penyusunan anak buah kapal dan segala hal yang
berhubungan dengan memuat dan membongkar kapal, termasuk di dalamnya
pemungutan biaya angkutan, bila dalam hal ini pengusaha kapal tidak
menugaskan orang lain.
Pasal
360
Di tempat-tempat
pengusaha kapal tidak diwakili dan ia sendiri dengan cara sederhana
tidak dapat mengambil tindakan yang perlu, maka nakhoda kapal berwenang
untuk melengkapi kapalnya dengan segala yang dibutuhkannya, dan
melakukan hal yang biasanya diperlukan dalam penggunaan kapal itu,
sesuai dengan tujuan yang dimaksud oleh pengusaha kapal, atau yang
sangat diperlukan demi penyelamatan kapal itu.
Namun terhadap
pihak ketiga yang dengan itikad baik telah melakukan perbuatan dengan
nakhoda itu, tidak dapat dilakukan bantahan dengan menggunakan
ketidakberwenangannya nakhoda atas dasar bahwa pengusaha kapal di tempat
itu diwakili atau bahwa ia sendiri dengan cara yang sederhana dapat
mengambil tindakan yang diperlukan.
Pasal
361
Di luar
Indonesia dalam urusan-urusan yang menyangkut kapalnya, nakhoda dapat
dipanggil ke depan pengadilan, dan dapat bertindak sebagai penggugat
untuk pengusaha kapal. Pengusaha kapal setiap waktu dapat mengambil alih
perkaranya.
Keputusan hakim
terhadap nakhoda atas perbuatannya, dianggap terhadap pengusaha kapal.
Pemberitahuan
oleh juru sita yang ditujukan pada pengusaha kapal, di luar Indonesia
dapat dilakukan di kapal.
Pasal
362
Nakhoda hanya
berwenang untuk perbaikan luar biasa, membebani atau menjual kapalnya,
bila kapal itu berada di luar Indonesia dan ada kejadian yang merupakan
keharusan mendesak serta masuk akal yang menyebabkan, tidak mungkin
untuk menunggu perintah pengusaha kapal atau orang yang berwenang untuk
bertindak atas namanya.
Penjualannya
harus dilakukan di depan umum.
Pasal
363
Pembatasan
wewenang nakhoda menurut undang-undang tidak berlaku terhadap pihak
ketiga, kecuali bila mereka mengetahuinya.
Pasal
364
Terhadap
pengusaha kapalnya, nakhoda selalu wajib bertindak sesuai dengan
ketentuan pengangkatannya dan perintah yang diberikan kepadanya atas
dasar pengangkatan itu, asalkan ketentuan dan perintah itu tidak
bertentangan dengan kewajiban yang dibebankan oleh peraturan
perundang-undangan kepadanya sebagai pemimpin.
Ia harus
terus-menerus memberitahukan kepada pengusaha kapalnya tentang segala
sesuatu mengenai kapal dan muatannya, dan minta perintahnya, sebelum
mulai dengan tindakan keuangan yang penting.
Lain daripada
itu ketentuan pada pasal-pasal 359-362 berlaku juga terhadap hubungannya
terhadap pengusaha kapal.
Pasal
365
Bila pada
nakhoda di luar Indonesia tidak mempunyai dana untuk menutupi
pengeluaran yang perlu sekali untuk melanjutkan perjalanannya, dan ia
tidak dapat memperolehnya dengan mengeluarkan wesel atas pengusaha kapal
ataupun dengan jalan lain, maka ia berwenang untuk mengambil pinjaman
uang dengan jaminan kapalnya atau, bila ia dalam hal itu tidak berhasil,
menggadaikan atau menjual sebagian dari muatannya ia wajib, bila
sekiranya mungkin, menjelaskan kepada pengusaha kapal dan mereka yang
berkepentingan pada muatannya dan menunggu perintah mereka, sebelum
mulai melakukan salah satu dari tindakan itu.
Terhadap orang
yang dengan itikad baik telah melakukan tindakan dengan nakhoda itu,
tidak dapat dilakukan bantahan dengan tidak terpenuhinya persyaratan
yang ditetapkan di sini.
Penjualan itu
harus dilakukan di depan umum atau pada bursa.
Pasal
366
Pengusaha kapal
harus mempertanggungjawabkan hasil penjualan barang itu kepada para
pemilik atau mengganti nilainya menurut nilai barang dengan macam dan
sifat yang sama di tempat dan pada waktu yang sama, di mana muatan
selebihnya akan dibawa ke tujuan yang sama, dikurangi dengan apa yang
telah dihemat mengenai bea, biaya dan biaya muatan, bila nilai tersebut
setelah pengurangan demikian lebih tinggi daripada hasilnya.
Pasal
367
Nakhoda yang
mendengar, bahwa bendera yang dibawanya berlayar telah menjadi tidak
bebas, wajib memasuki pelabuhan tak memihak yang paling dekat di
sekitarnya dan tetap berlabuh di situ, sampai ia dapat berangkat secara
aman atau telah menerima perintah yang pasti dari pengusaha kapalnya
untuk berangkat.
Pasal
368
Bila ternyata
kepada nakhoda, bahwa pelabuhan yang ditentukan sebagai tujuan diblokir, maka ia wajib
memasuki pelabuhan yang terdekat di sekitarnya.
Pasal
369
Bila kapal
dipaksa masuk ke suatu pelabuhan, ditahan atau dihalangi, maka nakhoda
wajib menuntut kembali kapal dan muatannya dan untuk itu mengambil
tindakan yang perlu ia segera memberitahukan kejadian tersebut kepada
pengusaha kapal dan pencarter kapal dan sedapat-dapatnya bertindak
setelah berunding dengan mereka dan menurut perintah mereka.
Pasal
370
Nakhoda boleh
menyimpang dari arah yang harus diikutinya untuk menyelamatkan jiwa
manusia.
Pasal
371
Nakhoda wajib
menjaga kepentingan mereka yang berhak atas muatannya selama perjalanan,
untuk mengambil tindakan yang perlu untuk itu, dan bila perlu bertindak
di depan pengadilan.
Tentang segala
kejadian yang menyangkut muatan harus segera diberitahukan kepada
pencarternya; ia sedapat-dapatnya bertindak setelah berunding dan
menurut perintah pencarter tersebut.
Dalam keadaan
yang sangat mendesak, ia berwenang untuk menjual muatannya, atau
sebagian darinya, atau untuk mengambil pinjaman uang dengan menjaminkan
muatan, guna menutup pengeluaran yang telah dilakukan untuk keperluan
muatan itu.
Pasal
371a
Bila selama
perjalanan di kapal terdapat orang yang tidak mempunyai karcis
perjalanan yang berlaku, dan tidak bersedia dan tidak mampu untuk
membayar biaya angkutan pada teguran pertama dari nakhoda, maka nakhoda
mempunyai hak untuk menyuruh ia melakukan pekerjaan di kapal yang mampu
dikerjakannya, dan menurunkannya dari kapal pada kesempatan pertama.
Pasal
372
Nakhoda tidak
boleh mengangkut barang dalam kapal untuk bebannya sendiri, kecuali
berdasarkan perjanjian dengan pengusaha kapal atau izin darinya, dan
bila kapalnya dicarter, juga dari pencarter.
Bila dilakukan
perbuatan yang bertentangan dengan larangan ini, maka untuk barang itu
harus dibayar biaya angkutan tertinggi yang dipersyaratkan atau dapat
dipersyaratkan pada waktu pemuatan untuk barang semacam itu dengan
ketentuan tujuan yang sama, dan harus mengganti kerugian yang terjadi di
samping itu.
Pasal
373
Dengan tidak
mengurangi ketentuan pasal 342 alinea kedua, nakhoda hanya terikat, bila
ia melampaui batas wewenangnya atau dengan tegas menerima suatu
kewajiban pribadi.
Pasal
373a
Nakhoda yang
dengan suatu cara telah bersikap tidak pantas terhadap kapal, muatan dan
para penumpang, dengan keputusan Mahkamah Pelayaran dapat dicabut
wewenangnya untuk berlayar sebagai nakhoda kapal Indonesia, selama waktu
tertentu yang tidak lebih dari 2 tahun.
Terhadap urusan
ini tidak dapat diadakan pemeriksaan, kecuali atas pengaduan pengusaha
kapal atau dari seorang penumpang yang dimasukkan dalam tiga minggu
setelah tibanya kapal di tempat pertama yang disinggahi oleh kapal
setelah terjadinya sikap yang tidak pantas. Di Indonesia yang berlaku
sebagai tempat demikian hanyalah tempat yang ada syahbandarnya, dan di
luar Indonesia hanya tempat yang ada pegawai konsulat Indonesia.
Pengaduan itu harus diteruskan kepada Kepala Departemen Marine (Komandan
Angkatan Laut), harus disampaikan di Indonesia: kepada syahbandar, di
luar Indonesia: kepada pegawai konsulat, dan oleh Kepala Departemen
Marine, untuk pertimbangan sementara, diserahkan kepada Jaksa Agung
Tentara. (sudah disesuaikan dengan keadaan sekarang.)
Bila nasihat
pegawai tersebut menolak, akan tetapi Kepala Departemen Marine
menyetujui hal itu, pengaduan itu tidak dikabulkan. Bila nasihat
tersebut tidak menolak, atau bila Kepala Departemen Marine tidak dapat
menyetujui nasihat yang menolak itu, maka pengaduan itu oleh pejabat
yang tersebut terakhir untuk penyelenggaraan pemeriksaan dan pengambilan
keputusan, diteruskan kepada Mahkamah Pelayaran.
Pasal
374
Pasal-pasal
347-452a tidak berlaku terhadap kapal yang isi kotornya kurang dari 500
m3.
Di atas kapal
ini harus ada surat laut atau pas kapal, petikan register kapal, bila
kapal itu terdaftar, daftar anak buah kapal dan peraturan
perundang-undangan dan reglemen-reglemen yang berlaku pada kapal ini.
Bagian 3
Anak
Buah Kapal
Pasal
375
Untuk tiap-tiap
kapal, dibuat di hadapan pegawai yang diangkat oleh pengusaha yang
berwenang sebuah daftar tentang semua orang yang harus melakukan dinas
anak buah kapal yang disebut daftar anak buah kapal.
Dinas anak buah
kapal adalah pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh mereka, yang
diterima untuk dinas di kapal kecuali pekerjaan nakhoda.
Dalam dinas anak
buah kapal tidak dimasukkan segala pekerjaan kuli muatan dan pekerja
yang melakukan pekerjaan di kapal, yang bersifat sementara, dan dalam
keadaan darurat dilakukan oleh para penumpang selain anak buah kapal.
Pasal
376
Daftar anak buah
kapal dibuat rangkap dua, satu lembar diperuntukkan bagi pegawai
pendaftar anak buah kapal, lembar lainnya bagi nakhoda.
Daftar anak buah
kapal itu menyebut selain nama para anak buah kapal dan dengan tidak
mengurangi hal yang diatur di lain tempat:
1. nama kapalnya;
2. nama pengusaha kapalnya dan nakhodanya;
3. jabatan tiap anak buah kapal yang akan melakukan
dinasnya di atas kapal dan siapa dari para anak buah kapal akan
berpangkat perwira.
Daftar itu
ditandatangani oleh atau atas nama nakhoda dan oleh pegawai pendaftaran
anak buah kapal.
Daftar anak buah
kapal itu bebas dari meterai.
Pasal
377
Bila terjadi
pergantian nakhoda atau bila terjadi perubahan dalam susunan personil
yang termuat dalam daftar anak buah kapal atau perubahan dalam jabatan
yang dipegang oleh seorang anak buah kapal yang berdinas di kapal, maka
lembaran daftar anak buah kapal yang diperuntukkan bagi nakhoda, diubah
sesuai dengan itu, di pelabuhan pertama di mana hal itu dapat dilakukan,
di hadapan pegawai pendaftaran anak buah kapal.
Perubahan itu
diberi tanda pengesahan oleh atau atas nama nakhoda dan oleh pegawai
pendaftaran anak buah kapal.
Pasal
378
Bila seorang
anak buah kapal harus dimasukkan dalam daftar anak buah kapal, oleh atau
atas nama nakhoda ditunjukkan salinan akta perjanjian kerja yang telah
dibuat dengan anak buah kapal itu yang sebelumnya harus diberi tanda
pengesahan oleh pegawai pendaftaran anak buah kapal.
Salinan
perjanjian kerja dari semua orang, yang melakukan dinas anak buah kapal,
harus selalu ada di kapal itu.
Ketentuan dalam
pasal ini juga berlaku terhadap perjanjian kerja kolektif yang menjadi
dasar bagi satu perjanjian kerja atau, lebih yang diadakan dengan para
anak buah kapal yang terdapat dalam daftar anak buah kapal.
Pasal
379
Setiap anak buah
kapal di kapal harus diberi kesempatan untuk melihat daftar anak buah
kapal dan perjanjian yang menyangkut dirinya.
Pasal
380
Dalam daftar
anak buah kapal hanya boleh dimuat mereka, yang telah membuat perjanjian
kerja dengan pengusaha kapal atau dengan majikan lain, yang mewajibkan
mereka untuk melakukan dinas anak buah kapal di atas kapal atau yang
dengan izin pengusaha atas beban sendiri di atas kapal menjalankan
perusahaan.
Pasal
381
Pegawai
pendaftaran anak buah kapal harus mempunyai register dari daftar anak
buah kapal yang dibuat di hadapan mereka.
Pasal
382
Kuli muatan dan
pekerja yang untuk sementara waktu melakukan pekerjaan di kapal,
disebutkan dalam daftar yang ditandatangani oleh nakhoda dan diberi
tanda pengesahan oleh pegawai pendaftaran anak buah kapal.
Pasal
383
Dengan tidak
mengurangi ketentuan dalam pasal 371a dan dalam alinea berikut dari
pasal ini, maka dinas anak buah kapal hanya boleh dilakukan oleh mereka
yang termuat dalam daftar anak buah kapal.
Dinas anak buah
kapal boleh dilakukan oleh pekerja yang diterima dalam perjalanan. Akan
tetapi mereka harus mengadakan perjanjian kerja-laut dan dimasukkan
dalam daftar anak buah kapal di pelabuhan pertama di mana hal itu dapat
dilakukan.
Pasal
384
Selama anak buah
kapal berada dalam dinas di kapal, ia wajib melaksanakan perintah
nakhoda dengan seksama.
Bila ia
menganggap bahwa perintah ini melawan hukum, di pelabuhan pertama yang
disinggahi kapal itu, dan di tempat menurut perkiraan hal ini dapat
dilakukan tanpa menghambat kapal, ia dapat minta bantuan kepada
syahbandar atau di luar Indonesia dari pegawai diplomatik atau pegawai
konsulat yang digaji, yang pertama dapat dicapai.
Pasal
385
Tanpa izin
nakhoda, anak buah kapal tidak boleh meninggalkan kapal.
Bila nakhoda
menolak memberikan izin, maka atas permintaan anak buah kapal itu, ia
wajib menyebut alasan penolakannya dalam buku harian, dan memberi
ketegasan tertulis kepadanya tentang penolakan ini dalam dua belas jam.
Pasal
386
Nakhoda
mempunyai kekuasaan disipliner atas anak buah kapal.
Untuk
mempertahankan kekuasaan ini ia dapat mengambil tindakan yang selayaknya
diperlukan.
Pasal
387
Bila anak buah
kapal meninggalkan kapal tanpa
izin, kembali tidak tepat pada waktunya di kapal, melakukan penolakan
kerja, melakukan dinas tidak sempurna, mengambil sikap tidak pantas
terhadap nakhoda, terhadap anak buah kapal atau penumpang lain, dan
mengganggu ketertiban, nakhoda dapat mengenakan denda sebesar upah yang
ditetapkan dalam uang menurut lamanya waktu dari setinggi-tingginya
sepuluh hari, namun denda itu tidak boleh berjumlah lebih dari sepertiga
dari upah untuk seluruh masa perjalanan. Dalam masa sepuluh hari tidak
boleh dikenakan denda yang keseluruhannya berjumlah lebih tinggi dari
jumlah tertinggi tersebut.
Pengenaan denda
dapat dilakukan dengan syarat.
Ketentuan tujuan
denda harus dinyatakan dalam perjanjian kerjanya. Denda tidak boleh
menguntungkan baik nakhoda maupun pengusaha kapal.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1601u tidak berlaku dalam hal ini.
Pasal
388
Di samping atau
sebagai pengganti denda seperti dimaksud dalam pasal sebelum ini,
nakhoda dapat mengurung pembantu anak buah kapal satu sampai tiga hari
dalam kamar atau memasukkannya dalam penjara bila ia tidak mau bekerja,
bersikap tidak pantas terhadapnya, terhadap seorang anak buah kapal atau
salah seorang penumpang lainnya, dan mengganggu ketertiban.
Nakhoda dapat
mengurung selama satu sampai tiga hari dalam kamar atau memasukkan dalam
penjara pembantu anak buah kapal yang telah satu kali dihukum karena meninggalkan kapal tanpa
izinnya, tidak kembali pada waktunya ke kapal atau tidak melaksanakan
dinas dengan sempurna, bila ia mengulanginya dalam masa satu perjalanan
yang sama.
Pasal
389
Bila karena
peristiwa yang dimaksud dalam pasal 387 nakhoda seketika menghentikan
hubungan dinas, maka karena peristiwa itu tidak dapat sekaligus juga
memberi hukuman.
Pasal
390
Sebelum
mengenakan hukuman nakhoda wajib mendengar yang bersangkutan dan dua
saksi dengan dihadiri sedapat mungkin oleh dua orang perwira kapal yang
dalam daftar anak buah kapal ditunjuk untuk itu.
Suatu hukuman
tidak dapat dikenakan lebih cepat dari dua belas jam dan tidak lebih
lambat dari satu minggu setelah terjadi peristiwa, kecuali bila keadaan
membuat penyimpangan menjadi sangat diperlukan.
Tiap hukuman
harus segera dicatat dalam register hukuman, dengan menyebutkan
peristiwa yang menyebabkan pengenaan hukuman dan tentang hari terjadinya
hal itu, beserta hari dikenakannya hukuman. Tiap pencatatan harus
ditandatangani oleh nakhoda dan para perwira kapal yang tersebut dalam
alinea pertama.
Hukuman yang
tidak dicatat dalam register dianggap dikenakan dengan tidak sah.
Anak buah kapal
dapat naik banding tentang penjatuhan hukuman itu di Jawa dan Madura
pada residentierechter (kini dapat disamakan dengan hakim karesidenan)
yang di wilayah kapal berada pada waktu permohonan banding diajukan, dan
di luar Jawa dan Madura pada Kepala Pemerintahan Daerah setempat.
Permohonan banding tidak dapat lagi diterima, bila diajukan setelah
sembilan puluh hari setelah anak buah kapal dijatuhi hukuman dan berada
untuk pertama kali di pelabuhan Indonesia.
Residentierechter
atau Kepala Pemerintahan Daerah setempat mempertahankan, meringankan
atau menghapuskan hukuman yang dijatuhkan. Pencatatan keputusan banding
diurus oleh nakhoda ke dalam register hukuman di samping hukuman yang
dijatuhkan. Terhadap keputusan itu tidak diperkenankan untuk mengadakan
perlawanan atau upaya hukum lebih tinggi.
Ketetapan
berdasarkan alinea yang lain pasal ini tidak diambil kecuali setelah
mendengar atau pemanggilan secukupnya pihak-pihak. Bila ketetapan itu
mengenai denda, hal itu dapat diberikan dalam bentuk seperti yang
ditentukan dalam Reglemen Acara Perdata pasal 435.
Pasal
391
Anak buah kapal
tidak boleh membawa atau mempunyai minuman keras atau senjata di kapal
tanpa izin nakhoda.
Barang yang
kedapatan di kapal yang bertentangan dengan ketentuan ini, dapat disita
oleh nakhoda dan dihancurkan atau dijual untuk keperluan lembaga bagi
para pelaut yang ditunjuk oleh Kepala Dienst van Scheepvaart (kini dapat
disamakan dengan Direktur Jenderal Perhubungan Laut), kecuali bila
ketentuan undang-undang menentang hal ini.
Nakhoda
mempunyai wewenang yang sama terhadap barang selundupan, barang
larangan, candu atau obat bius lainnya, yang dibawa oleh anak buah kapal
atau ada padanya di kapal.
Pasal
392
Untuk pemakaian
oleh para anak buah kapal, tidak boleh ada minuman keras di kapal
melebihi jumlah yang ditentukan oleh atau atas nama Kepala Departemen
Marine.
Minuman keras
yang berada di kapal dan bertentangan dengan ketentuan ini, yang
didapati oleh polisi atau pejabat bea dan cukai, dapat disita oleh
mereka.
Minuman keras
itu dapat dijual untuk keperluan lembaga yang dimaksud dalam pasal 391
alinea kedua.
Bagian 4
Penumpang
Pasal
393
Nakhoda
mempunyai kekuasaan di kapal atas semua penumpang. Mereka wajib menaati
perintah yang diberikan oleh nakhoda untuk kepentingan keamanan atau
untuk mempertahankan ketertiban dan disiplin.
Pasal
394
Penumpang tidak
boleh mengangkut barang di kapal atas beban sendiri, kecuali berdasarkan
perjanjian dengan pengusaha kapal atau izinnya, dan bila kapal itu
dicarter, juga dari pencarter.
Bila dilakukan
perbuatan yang bertentangan dengan ini, maka untuk barang itu harus
dibayar biaya angkutan tertinggi yang dipersyaratkan atau dapat
dipersyaratkan untuk barang-barang semacam itu dengan ketentuan tujuan
yang sama pada waktu pemuatan, dan harus dibayar ganti rugi yang terjadi
di samping itu.
Bila barang
tersebut berbahaya untuk barang lain atau untuk kapalnya ataupun
dianggap sebagai barang larangan, maka nakhoda berwenang menurunkan ke
darat atau bila perlu melemparkannya ke laut.
Pasal
394a
Terhadap para
penumpang yang melakukan kejahatan dalam kapal di luar perairan
teritorial, nakhoda wajib mengambil semua tindakan pencegahan yang
diharuskan oleh sifat perkaranya; bila perhubungan bebas mereka
membahayakan, atau diharuskan oleh kepentingan penuntutan, maka bila
mungkin dengan berunding dengan dua orang perwira kapal yang dalam
daftar anak buah kapal ditunjuk, nakhoda dapat memasukkan mereka dalam
tahanan; ia mengumpulkan bukti dari perbuatan yang telah dilakukannya,
membuat laporan tentang keterangan saksi, memuatkan tindakan yang telah
diambil dalam register hukuman, dan memberitahukan kepada pejabat yang
diserahi tugas penuntutan dengan menunjukkan register hukuman dan bukti
yang dikumpulkan, bila ia tiba di pelabuhan Indonesia.
Bila nakhoda
memasuki pelabuhan di luar Indonesia, pemberitahuan itu dilakukan
olehnya kepada komandan kapal perang Indonesia, sekiranya ada di sana,
dan bila ini tidak ada kepada konsul Indonesia, bila ini pun tidak ada,
kepada pejabat setempat.
Di situ nakhoda
meminta nasihat para pejabat dan menetapkan tindakan, sehingga orang
yang telah melakukan kejahatan itu, dengan bukti yang dikumpulkan segera
dan pasti dapat diserahkan kepada hakim yang berwenang di Indonesia.
Tindakan
pencegahan yang dimaksud dalam alinea pertama juga berlaku, bila
seseorang dalam perjalanan menjadi gila.
Tentang kejadian
yang diatur dalam pasal ini disebutkan juga dalam buku harian.
Meskipun nakhoda
tidak wajib mempunyai register hukuman di kapal, ia berwenang untuk
mengambil tindakan yang disebut dalam pasal ini. Dalam hal itu bila
kapalnya tiba di tempat tujuannya di Indonesia, ia wajib segera
memberitahukan hal itu dan kejahatan yang dilakukan di kapal kepada
pejabat bersangkutan yang ditugaskan dengan penuntutan kejahatan.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang/Buku Kedua/Bab IV
Bagian 1
Perjanjian
Kerja-Laut Pada Umumnya
Sub 1
Ketentuan-ketentuan
Umum
Pasal
395
Yang diartikan
dengan perjanjian kerja-laut adalah perjanjian yang diadakan antara
seorang pengusaha perkapalan pada satu pihak dengan seorang buruh di
pihak lain, di mana yang terakhir ini mengikat dirinya untuk melakukan
pekerjaan dalam dinas pada pengusaha perkapalan dengan mendapat upah
sebagai nakhoda atau anak buah kapal.
Terhadap
perjanjian kerja antara majikan lain dan seorang buruh di mana yang
terakhir ini mengikat diri untuk melakukan dinas anak buah kapal berlaku
selama waktu buruh itu terdapat dalam daftar anak buah kapal, ketentuan
bab ini, kecuali pasal-pasal 399-402 dan 404.
Pasal
396
Terhadap
perjanjian kerja laut di samping ketentuan bab ini berlaku
ketentuan-ketentuan dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku Ketiga,
Bab VIIA Bagian ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5 bila berlakunya itu tidak
dilarang.
Pasal
397
Selama
perjalanan, nakhoda mewakili pengusaha kapal dan majikan lainnya yang
buruhnya bekerja di kapal yang dipimpinnya dalam melaksanakan perjanjian
kerja yang diadakan dengan mereka.
Pasal
398
Perjanjian kerja
laut dapat diadakan untuk waktu tertentu, untuk satu perjalanan atau
lebih, untuk waktu yang tidak tertentu atau sampai pemutusan perjanjian.
Pasal
399
Perjanjian kerja
antara pengusaha kapal dan seorang buruh yang akan bertindak sebagai
nakhoda atau perwira kapal, harus diadakan secara tertulis dengan
ancaman hukuman perjanjian kerja menjadi batal.
Biaya akta dan
biaya tambahan lain menjadi beban pengusaha kapal.
Pasal
400
Perjanjian kerja
antara pengusaha kapal dan seorang buruh yang akan bertindak sebagai
pembantu anak buah kapal, dengan ancaman hukuman menjadi batal, harus
dilakukan di hadapan pegawai yang diangkat oleh pejabat yang berwenang.
Sebelum bertanya
kepada buruh apakah ia menyetujui perjanjian, pegawai menerangkan
dengan jelas isi perjanjian itu kepada buruh dan meyakinkan bahwa ia
telah mengerti isinya.
Segera setelah
tercapai persetujuan, pegawai tersebut membuat akta perjanjian.
Akta harus
ditandatangani selain oleh pegawai tersebut juga oleh pengusaha kapal
atau atas namanya dan ditandatangani oleh buruh atau dibubuhi cap jari.
Biaya akta dan
biaya tambahan lain menjadi beban pengusaha kapal. Perjanjian kerja
hanya dapat dibuktikan dengan akta ini.
Pasal
401
Perjanjian kerja
antara pengusaha kapal dengan orang yang akan menjadi anak buah kapal
harus memuat, selain apa yang diatur di tempat lain:
1. nama dan nama depan buruh itu, hari kelahirannya
atau setidak-tidaknya perkiraan umumnya, tempat kelahirannya;
2. tempat dan hari penutupan perjanjian itu;
3. penunjukan kapal atau kapal-kapal tempat buruh
itu mengikat diri akan bekerja;
4. perjalanan atau perjalanan -perjalanan yang akan
dilakukan, bila ini sudah pasti;
5. jabatan yang akan dipegang buruh dalam dinasnya;
6. penyebutan apakah buruh juga mengikat diri untuk
melakukan pekerjaan di darat dan bila demikian pekerjaan apa;
7. bila mungkin, hari dan tempat di mana akan
dimulainya dinas di kapal;
8. ketentuan pasal 415 tentang hak atas hari-hari
libur;
9. mengenai pengakhiran hubungan kerja:
a. bila perjanjian diadakan untuk waktu tertentu,
hari pengakhiran hubungan kerjanya, dengan menyebutkan isi pasal 448;
b. bila perjanjian diadakan menurut perjalanan,
pelabuhan yang diperjanjikan untuk pengakhiran hubungan kerja itu,
dengan menyebutkan isi pasal 449 alinea kedua, bila pelabuhannya adalah
pelabuhan Indonesia, juga pasal 452 alinea pertama dan kedua, sekedar
disebut atau tidak nama pelabuhan itu;
c. bila perjanjian itu diadakan untuk waktu tak
tertentu, isi pasal 450 alinea pertama.
Bila nama tempat
dan hari kelahiran buruh tidak diketahui, hal itu diberitahukan dalam
perjanjian.
Penunjukan kapal
atau kapal-kapal dalam perjanjian di mana buruh mengikatkan diri akan
melakukan dinas dapat juga dilakukan dengan menentukan, bahwa ia akan
melakukan dinasnya di atas sebuah kapal atau lebih yang ditunjuk oleh
pengusaha kapal, yang termasuk kapal yang digunakan oleh pengusaha kapal
untuk pelayaran di laut.
Bila pihak-pihak
itu menghendaki penyimpangan dari ketentuan pasal-pasal 415, 448, 449
alinea kedua, 450 alinea pertama, atau 452 pertama atau kedua, bila hal
itu menurut undang-undang diperkenankan, untuk gantinya pengaturan yang
menyimpang itu dimuat dalam perjanjian tersebut.
Pasal
402
Penentuan jumlah
upah yang akan dibayar dalam uang tidak dapat diserahkan kepada
kehendak dari salah satu pihak.
Perjanjian kerja
laut, dengan ancaman akan menjadi batal, harus menentukan jumlah upah
yang akan dibayar dalam uang atau menetapkan bagaimana hal itu akan
ditentukan.
Salah satu cara
dapat dilakukan dengan peraturan upah yang dalam perjanjian kerja laut
itu ditunjuk kepadanya, dan yang tidak dapat diubah dengan merugikan
buruh.
Terhadap
peraturan ini tidak berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata
pasal-pasal 1601j-1601m.
Bila untuk
melaksanakan perjanjian kerja yang batal ia telah melakukan pekerjaan,
kepadanya dibayarkan penggantian yang sama dengan upah untuk pekerjaan
itu menurut kebiasaan.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1601x alinea pertama dalam hal ini
tidak berlaku.
Pasal
403
Dalam
pengetrapan ketentuan dalam pasal-pasal 387 alinea pertama, 416 alinea
pertama, 416a, 416b, 421, 447 dan 452 alinea ketiga, maka upah yang
ditetapkan menurut perjalanan, dianggap ditetapkan masa waktu yang sama
dengan lama rata-rata perjalanan itu.
Pasal
404
Suatu
persyaratan dalam perjanjian kerja laut yang membatasi kebebasan buruh
untuk melakukan pekerjaan setelah hubungan dinasnya berakhir, adalah
batal. (KUHD 399 dst.)
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1601x dalam hal ini tidak berlaku.
Pasal
405
Dalam
perjanjian, pihak-pihak tidak dapat menyimpang dari ketentuan dalam
pasal-pasal 384-387, 369, 397-403, 410 alinea pertama, 417, 420 alinea
pertama dan ketiga, 428, 429, 436-442, 445, 446, 452a, 452e, 452f,
ataupun dari ketentuan dalam pasal-pasal 409, 415, 416, 416a-416f, 420
alinea keempat, 421-426, 430, 435, 443, 447, 449, 450, 452, 452c, dan
452g, dengan merugikan nakhoda dan anak buah kapalnya.
Mereka tidak
boleh memasukkan ketentuan dalam perjanjian yang menyimpang dari
peraturan perundang-undangan mengenai wewenang hakim untuk mengadili
perselisihan tentang perjanjian ini, dengan tidak mengurangi kemungkinan
mengikat diri untuk menyerahkan perselisihan kepada putusan hakim yang
bertempat tinggal di Indonesia.
Pasal
406
Residentierechter
tidak memberikan putusan berdasarkan pasal-pasal 416f alinea kedua,
420, 452a, 452e, 452f, dan 452g, sebelum mendengar atau memanggil
secukupnya pihak-pihak. Pada pemanggilan pihak lainnya dilampirkan
salinan dari surat permohonannya.
Dalam hal-hal
tersebut dalam pasal-pasal 416f alinea kedua, 452a, 452e, 452f, dan
452g, putusannya dapat diberikan dalam bentuk seperti tercantum dalam
Reglemen Acara Perdata pasal 435.
Pasal
407
Ketentuan bab
ini tidak berlaku terhadap dinas di kapal yang isi kotornya kurang dari
100 M3, bila kapal itu diperlengkapi dengan alat secara
mekanis dan yang isi kotornya kurang dari 300 M3, bila hal
ini tidak demikian adanya.
Ketentuan bab
ini juga tidak berlaku, bila kapal dipakai semata-mata untuk pelayaran
percobaan di laut.
Sub 2
Perjanjian
Kerja Laut Nakhoda
Pasal
408
Sejak saat
hubungan kerja itu akan dimulai menurut perjanjian kerja, nakhoda wajib
menyediakan diri bagi pengusaha kapal untuk memimpin kapal yang ditunjuk
dalam perjanjian, atau bila ini tidak menyebutkan apa-apa, kapal yang
ditunjuk oleh pengusaha kapal, asalkan ini termasuk kapal yang digunakan
pengusaha kapal untuk pelayaran di laut.
Bila tentang
permulaan hubungan kerja tidak ditentukan apa-apa, maka hal itu untuk
berlakunya peraturan ini dianggap jatuh bersamaan dengan pengadaan
perjanjian tersebut.
Pasal
409
Kecuali bila
perjanjian diadakan menurut perjalanan, maka nakhoda, yang untuk tiap
tahun bekerja tanpa terputus-putus pada pihak yang lain, berhak atas
hari libur sedikit-dikitnya empat belas hari atau atas pilihan pengusaha
kapal dua kali delapan hari berturut-turut dengan tetap mendapat upah.
Hari libur ini harus diberikan paling lambat segera setelah berakhirnya
tahun, kecuali bila pengusaha kapal untuk kepentingan dinas lebih suka
memberikan penundaan hari Libur itu, akan tetapi tidak lebih lama dari
satu tahun. Pada waktu pengakhiran hubungan dinas itu, nakhoda harus
sudah menikmati semua hari
libur yang menjadi haknya.
Dalam
penghitungan hari libur yang berkenaan dengan hubungan tahun dinas
tertentu, maka boleh dikurangkan cuti luar negeri yang jatuh dalam tahun
dinas itu atau cuti dalam negeri yang menurut sifatnya disamakan dengan
itu, waktu yang digunakan dalam dinas militer dan cuti untuk mengikuti
kursus untuk memperoleh pangkat yang lebih tinggi. Nakhoda yang
bertempat tinggal di Indonesia diberi hari liburnya, di Indonesia, bila
ia menginginkan, yaitu di pelabuhan yang dipilihnya, bila kapal tempat
ia berdinas singgah di pelabuhan itu, dan bila hal itu dapat disesuaikan
dengan kepentingan dinas.
Hak atas hari
libur terhapus, bila nakhoda tidak meminta sebelum berakhirnya tahun
untuk mana hari libur itu menjadi haknya.
Untuk tiap hari
libur yang menjadi hak nakhoda, yang tidak dinikmatinya, di samping upah
yang harus dibayar kepadanya, ia berhak atas penggantian yang sama
besarnya dengan upah yang dalam uang yang diperolehnya terakhir.
Penggantian ini
tidak diberikan, bila nakhoda tidak menggunakan kesempatan yang
diberikan kepadanya untuk mengambil hari libur yang menjadi haknya.
Yang diartikan
dengan upah dalam alinea pertama pasal ini ialah upah yang harus dibayar
dalam uang tanpa mengikutkan premi dan tunjangan lain, baik yang
berhubungan dengan eksploitasi kapal atau hasil dari perusahaan, maupun
dengan kerja lembur atau pekerjaan khusus yang harus dilakukan nakhoda,
ataupun yang berhubungan dengan tatanan, tujuan atau muatan khusus kapal
itu, akan tetapi ditambah dengan jumlah yang menjadi dasar penghitungan
kenikmatan makan
cuma-cuma atau yang menjadi dasar.
Pasal
410
Nakhoda hanya
dapat dijatuhi denda berdasarkan persyaratan dalam perjanjian kerja atau
berdasarkan peraturan yang ditunjuk dalam perjanjian kerja itu, karena
pelanggaran ketentuan yang harus diuraikan di dalamnya dan sampai jumlah
tertinggi yang harus ditetapkan di dalamnya. Penentuan tujuan denda itu
harus disebut dalam perjanjian. Denda itu tidak boleh menguntungkan
pengusaha kapal.
Denda itu
didahulukan terhadap bagian upah nakhoda yang harus dibayar dalam uang,
yang dapat ditahan sampai jumlah itu, dan pertama-tama dibebankan pada
bagian upah yang dibayarkan kepada nakhoda secara pribadi.
Alinea terakhir
pasal 417 berlaku di sini.
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata pasal 1601u dalam hal ini tidak berlaku.
Pasal
411
Selain dalam hal
tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603 alinea
kedua, bagi pengusaha kapal akan dapat dianggap juga ada alasan
mendesak:
1. bila nakhoda menganiaya seorang penumpang di
atas kapal yang dipimpinnya, menghinanya dengan kasar, mengancamnya
dengan sungguh-sungguh, membujuk atau mencoba membujuknya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang
atau kesusilaan;
2. bila nakhoda menolak memenuhi perintah yang
diberikan kepadanya sesuai dengan ketentuan dalam pasal 408;
3. bila wewenang nakhoda, untuk sementara ataupun
untuk selamanya, dicabut untuk melakukan dinas selaku nakhoda di atas
kapal;
4. bila di luar pengetahuan pengusaha kapal,
nakhoda memasukkan barang selundupan atau membiarkan barang itu
dimasukkan di atas kapal.
Pasal
412
Pasal-pasal
416-416h dan 419-426 berlaku juga terhadap perjanjian kerja nakhoda.
Sub 3
Perjanjian
Kerja Laut Para Anak Buah Kapal
Pasal
413
Sejak saat
hubungan kerja itu akan mulai menurut perjanjian kerja, buruh wajib
menyediakan diri bagi pengusaha kapal untuk ditempatkan sebagai anak
buah kapal di kapal yang ditunjuk dalam perjanjian. Bila tentang mulai
berlakunya hubungan dinasnya tidak ditentukan apa-apa, maka mulai
berlakunya peraturan ini dianggap jatuh bersamaan dengan pengadaan
perjanjian itu.
Pasal
414
Nakhoda dapat
minta bantuan alat negara terhadap buruh yang telah mengikat diri untuk
bekerja sebagai anak buah kapal, bila ia menolak untuk datang di kapal
atau meninggalkan kapalnya
tanpa izin.
Pasal
415
Anak buah kapal
yang telah mengadakan perjanjian untuk sekurang-kurangnya satu tahun,
untuk tiap tahun tanpa terputus-putus dalam dinas pada pihak lain, ia
mempunyai hak atas tujuh hari libur atau atas pilihan pengusaha kapal
dua kali lima hari berturut-turut dengan tetap mendapat upah, kecuali
bila perjanjian diadakan menurut perjalanan. Hari libur ini harus
diberikan paling lambat segera setelah tahun berakhir, kecuali bila
untuk kepentingan dinas pengusaha kapal lebih suka memberikan penundaan
hari libur itu, akan tetapi tidak lebih lama dari satu tahun. Pada waktu
pengakhiran hubungan kerja anak buah kapal harus sudah menikmati semua hari libur
yang menjadi haknya.
Dalam
perhitungan hari libur yang berkenaan dengan hubungan kerja tertentu,
boleh dikurangkan dengan cuti luar negeri yang jatuh dalam tahun kerja
itu atau cuti dalam negeri yang menurut sifatnya disamakan dengan itu,
waktu yang digunakan dalam dinas militer dan cuti untuk mengikuti kursus
untuk memperoleh pangkat yang lebih tinggi. Anak buah kapal yang
bertempat tinggal di Indonesia diberi hari liburnya, bila ia
menginginkan, di Indonesia yaitu di pelabuhan yang dipilihnya, bila
kapal tempat ia berdinas singgah di pelabuhan itu, dan bila hal itu
dapat disesuaikan dengan kepentingan dinas.
Hak atas hari
libur terhapus, bila anak buah kapal itu tidak memintanya sebelum akhir
tahun untuk mana hari liburnya menjadi haknya.
Untuk tiap hari
libur yang menjadi hak anak buah kapal yang tidak dinikmatinya, di
samping upah yang harus dibayar kepadanya, dia mendapat hak atas
penggantian yang sama besarnya dengan upah untuk satu hari yang terakhir
dinikmatinya. Penggantian ini tidak diberikan, bila anak buah kapal itu
tidak menggunakan kesempatan yang diberikan kepadanya untuk mengambil
hari libur yang menjadi haknya.
Yang diartikan
dengan upah dalam alinea pertama pasal ini ialah upah yang harus dibayar
dalam uang tanpa mengikutkan premi dan tunjangan lain, baik yang
berhubungan dengan eksploitasi kapal atau hasil perusahaan, maupun kerja
lembur atau pekerjaan khusus yang harus dilakukan anak buah kapal itu,
ataupun yang berhubungan dengan tatanan, ketentuan tujuan atau muatan
khusus kapal itu, akan tetapi ditambah dengan jumlah yang menjadi dasar
atau harus menjadi dasar penghitungan kenikmatan makan cuma-cuma.
Terhadap perwira
kapal berlaku ketentuan pada pasal 409.
Pasal
416
Seorang buruh
yang telah mengadakan perjanjian kerja untuk sekurang-kurangnya satu
tahun, atau selama satu setengah tahun tanpa terputus-putus bekerja pada
pengusaha kapal, dan yang menderita sakit atau mendapat kecelakaan
sewaktu ia bekerja di kapal, juga bila hubungan kerja itu telah berakhir
lebih dahulu, berhak atas bagian penuh dari upah yang ditetapkan dalam
uang menurut lamanya waktu, juga atas perawatan dan pengobatan yang
cukup selama ia ada di kapal.
Pengusaha kapal
dapat menurunkan dari kapal buruh yang ditimpa penyakit atau kecelakaan,
di setiap tempat di Indonesia, di mana buruh itu dapat memperoleh
perawatan tanpa biaya khusus. Pengusahaan kapal juga dapat menurunkan
buruh itu di tempat-tempat lain, asalkan ia menawarkan kepadanya
perawatan dan pengobatan yang cukup sampai ia sembuh kembali atas biaya
pengusaha kapal, namun sekali-kali tidak lebih lama dari 52 minggu,
beserta secepat-cepatnya kemudian bila di samping itu perjanjian
kerjanya telah berakhir, pengangkutan cuma-cuma ke tempat di mana
perjanjian kerjanya telah diadakan. Termasuk pengangkutan ialah biaya
hidup dan penginapan selama perjalanan.
Terhitung dari
hari buruh itu meninggalkan kapal tempat ia bekerja, maka ia mempunyai hak atas
80% dari upah yang ditetapkan dalam uang menurut lamanya waktu, yang
dinikmatinya sewaktu ia ditimpa penyakit atau kecelakaan, sampai ia
sembuh kembali, akan tetapi sampai paling tinggi selama 26 minggu.
Pasal
416a
Seorang buruh
yang mengadakan perjanjian kerja untuk sekurang-kurangnya satu tahun,
atau selama satu setengah tahun tanpa terputus-putus bekerja pada
pengusaha kapal, yang menderita sakit atau mendapat kecelakaan sewaktu
ia tidak berdinas di kapal, sejak hari ia ditimpa penyakit atau
kecelakaan itu, ia berhak atas 80% dari upah yang ditetapkan menurut
lamanya waktu yang dinikmatinya waktu itu, sampai ia sembuh kembali,
akan tetapi paling tinggi selama 26 minggu.
Pasal
416b
Seorang buruh
yang mengadakan perjanjian untuk kurang dari satu tahun, atau selama
satu setengah tahun tanpa terputus-putus bekerja pada pengusaha kapal,
bila ia ditimpa penyakit atau kecelakaan,ia mempunyai hak yang
ditetapkan dalam pasal 416 dan pasal 416a, dengan pengertian, bahwa
pembayaran upahnya hanya perlu dilakukan selama perjanjian kerjanya
berlangsung, akan tetapi sekurang-kurangnya selama 4 minggu dan tidak
lebih lama dari 26 minggu,
Pasal
416c
Dalam pasal 416
dan pasal 416a tidak dimasukkan dalam upah yang ditetapkan menurut
lamanya waktu premi dan tunjangan lain yang berhubungan dengan kerja
lembur atau pekerjaan khusus yang harus dilakukan buruh itu ataupun yang
berhubungan dengan tatanan, ketentuan tujuan atau muatan khusus dari
kapal itu.
Pasal
416d
Bila pengusaha
kapal, dalam pelayarannya hanya mempunyai kapal yang isi kotor di bawah
300 m3, maka terhadap kapal-kapal dari isi kotor
sekurang-kurangnya 100 m3 yang dilengkapi dengan alat secara
mekanis, pada penerapan pasal-pasal 416, 416a dan 416b jangka waktu 52
dan 26 minggu diperpendek menjadi 36 dan 18 minggu, dan persentase 80
menjadi 50.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar